Selasa, 20 Desember 2011

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA MELALUI METODE PEMBELAJARAN ANALITIK SINTETIK

Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang memiliki peranan penting bagi disiplin ilmu yang lain dan memajukan daya pikir manusia. Selain itu saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam pengembangan IPTEK. Penguasaan matematika seseorang sangat dibutuhkan untuk penguasaan IPTEK. Tidak heran mata pelajaran ini selalu diberikan di setiap jenjang pendidikan. Sembiring (2010: 3) juga mengatakan dengan belajar matematika keterampilan berpikir siswa akan meningkat karena pola berpikir yang dikembangkan matematika membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif.
Pemberian mata pelajaran matematika ini tentu ada tujuannya, menurut Puskur (2002) tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Selain itu menurut Soedjadi (2004) bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi (1) tujuan yang bersifat formal yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika.
Kemampuan memecahkan masalah sangat dipengaruhi oleh kemampuan berpikir kritis dan logis. Mulyana (2008) mengatakan
  Kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa sangat berperan ketika siswa berada pada suatu episode pemecahan masalah. Pada saat siswa memahami masalah, siswa harus menggunakan kemampuan berpikir kritisnya, misalnya mengidentifikasi asumsi-asumsi yang diberikan, merumuskan model matematik dan sebagainya. Selain itu, siswa harus menggunakan kemampuan berpikir kreatifnya, misalnya merumuskan model matematik dalam beberapa cara. Selanjutnya, siswa menggunakan lagi kemampuan berpikir kritisnya, yaitu memilih model matematik yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah.

Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pentingnya matematika dalam kemampuan berpikir kritis faktanya belum tercapai. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Suryadi (2005) yang menemukan bahwa siswa kelas dua SMP di kota dan kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya. Sedangkan menurut Krulik dan Rudnick (Fachrurazi, 2011) bahwa penalaran mencakup berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thingking). Hasil penelitian Mustofa (2011) juga mengatakan bahwa siswa SMA mengalami kesulitan dalam memberikan alasan atas jawaban yang mereka temukan.
Rakhmasari (2010: 4) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa siswa masih sulit untuk membuat kesimpulan, memahami permasalahan, dan memberikan alasan atas jawaban yang dihasilkan. Tim Survey IMSTEP-JICA (Fachrurazi, 2011) di kota Bandung berikutnya, antara lain menemukan sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya antara lain, pembuktian pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan, generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sulit tersebut merupakan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil survei tersebut menemukan bahwa siswa mengalami kesulitan jika dihadapkan kepada persoalan yang memerlukan kemampuan berpikir kritis.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematika pada siswa kelas dua SMP ini tidak lepas dari  faktor minat dan sikap positif terhadap matematika yang kurang. Seperti yang dikemukakan oleh Begle (1979) bahwa siswa yang hampir mendekati sekolah menengah mempunyai sikap positif terhadap matematika yang secara perlahan menurun tidak seperti pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika. Ruseffendi (1988) mengemukakan bahwa anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana.
Dimyati (Markhamah, 2007) berpendapat  dalam proses pembelajaran ada empat komponen yang penting yang berpengaruh bagi keberhasilan belajar siswa, yaitu bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, serta guru sebagai subyek pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran dan bahan ajar yang baik untuk dapat meningkatkan keberhasilan belajar siswa.
Mulyana (2008) mengatakan salah satu alternatif pembelajaran berbasis masalah dan konstruktivisme yang tampaknya perlu dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematika siswa di Indonesia adalah pembelajaran analitik-sintetik intervensi divergen (PASID) dan pembelajaran analitik-sintetik intervensi konvergen (PASIK). Sembiring (2010) dalam tesisnya menyatakan metode pembelajaran Analitik Sintetik merupakan salah satu metode pembelajaran yang berbasis pada masalah dan merupakan kombinasi dari proses analitik dan sintetik. Mulyana (2008) dalam penelitiannya menyatakan bentuk intervensi yang diberikan dalam proses pembelajaran ini adalah bentuk intervensi konvergen dan bentuk intervensi divergen. Bentuk intervensi konvergen adalah bentuk intervensi yang dilakukan guru dengan cara memberikan pertanyaan investigasi yang bersifat tertutup dan mengarah pada penyelesaian masalah. Bentuk intervensi divergen adalah bentuk intervensi yang dilakukan guru dengan cara memberikan pertanyan investigasi yang bersipat terbuka dan mengarah pada penyelesaian masalah.
Melalui intervensi konvergen atau divergen, siswa akan memperoleh kesempatan yang cukup luas untuk melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Mulyana (2008) menyatakan kegiatan yang yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis diantaranya mempertimbangkan konsekuensi suatu keputusan, menentukan ide penyelesaian, menganalisis sudut pandang, mengevaluasi bukti, mengkaji relevansi data yang telah dimiliki, menyelidiki reliabilitas suatu gagasan, melakukan elaborasi penyelesaian yang sudah ada, mencetuskan banyak gagasan, membuat gagasan penyelesaian yang bervariasi, dan melahirkan gagasan penyelesaian yang baru.
Berdasarkan hasil penelitian Mulyana (2008) pembelajaran Analitik Sintetik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa SMA, dan hasil penelitian Sembiring (2010) pembelajaran Analitik Sintetik dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa SMA.

DAFTAR PUSTAKA

Begle, E. G. (1979). Critical Variables in Mathematics Education. Washington D.C: The Mathematical Association of America and NCTM.
Fachrurazi. (2011).Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal : tidak diterbitkan
Markhamah, Siti. (2007). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Quantum Teaching pada Pokok Bahasan Lingkaran Siswa Kelas VIII A Semester II SMP Negeri 15 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi UNNES Semarang : tidak diterbitkan.
Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetikuntuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.
Mustafa, Imam. (2011). Penerapan Model Osborn untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung; Tidak diterbitkan.
Puskur. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar: Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Balitbang Widyantini.
Rakhmasari, R. (2010). Pengaruh Hands on Actifity dan Minds on Actifity dalam Pembelajaran Kontekstual sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Sembiring, T. (2010). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Analitik Sintetik. Tesis pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.
Soedjadi, R. (2004). PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin PMRI. Edisi III, Jan 2004. Bandung: KPPMT ITB Bandung.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar