Matematika
merupakan suatu mata pelajaran yang memiliki peranan penting bagi disiplin ilmu
yang lain dan memajukan daya pikir manusia. Selain itu saat ini matematika
dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam pengembangan IPTEK. Penguasaan
matematika seseorang sangat dibutuhkan untuk penguasaan IPTEK. Tidak heran mata
pelajaran ini selalu diberikan di setiap jenjang pendidikan. Sembiring (2010: 3)
juga mengatakan dengan belajar matematika keterampilan berpikir siswa akan
meningkat karena pola berpikir yang dikembangkan matematika membutuhkan dan
melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif.
Pemberian
mata pelajaran matematika ini tentu ada tujuannya, menurut Puskur (2002) tujuan
pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah
adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak
atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan
efektif. Selain itu menurut Soedjadi (2004) bahwa pendidikan matematika
memiliki dua tujuan besar yang meliputi (1) tujuan yang bersifat formal yang
memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak dan (2)
tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika
serta kemampuan memecahkan masalah matematika.
Kemampuan
memecahkan masalah sangat dipengaruhi oleh kemampuan berpikir kritis dan logis.
Mulyana (2008) mengatakan
Kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematik siswa sangat berperan ketika siswa berada pada suatu episode
pemecahan masalah. Pada saat siswa memahami masalah, siswa harus menggunakan
kemampuan berpikir kritisnya, misalnya mengidentifikasi asumsi-asumsi yang
diberikan, merumuskan model matematik dan sebagainya. Selain itu, siswa harus
menggunakan kemampuan berpikir kreatifnya, misalnya merumuskan model matematik
dalam beberapa cara. Selanjutnya, siswa menggunakan lagi kemampuan berpikir
kritisnya, yaitu memilih model matematik yang paling tepat untuk menyelesaikan
masalah.
Sehingga
dapat dikatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pentingnya matematika dalam kemampuan
berpikir kritis faktanya belum tercapai. Hal ini terbukti dari hasil penelitian
Suryadi (2005) yang menemukan bahwa siswa kelas dua SMP di kota dan kabupaten
Bandung mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta
menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya. Sedangkan
menurut Krulik dan Rudnick (Fachrurazi, 2011) bahwa penalaran mencakup berpikir
dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan
berpikir kreatif (creative thingking). Hasil penelitian Mustofa (2011)
juga mengatakan bahwa siswa SMA mengalami kesulitan dalam memberikan alasan
atas jawaban yang mereka temukan.
Rakhmasari
(2010: 4) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa siswa masih sulit untuk
membuat kesimpulan, memahami permasalahan, dan memberikan alasan atas jawaban
yang dihasilkan. Tim Survey IMSTEP-JICA (Fachrurazi, 2011) di kota Bandung
berikutnya, antara lain menemukan sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh
siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya antara lain,
pembuktian pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan,
generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta
yang diberikan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sulit tersebut merupakan
kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa hasil survei tersebut menemukan bahwa siswa mengalami
kesulitan jika dihadapkan kepada persoalan yang memerlukan kemampuan berpikir
kritis.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis
matematika pada siswa kelas dua SMP ini tidak lepas dari faktor minat dan sikap positif terhadap
matematika yang kurang. Seperti yang dikemukakan oleh Begle (1979) bahwa siswa
yang hampir mendekati sekolah menengah mempunyai sikap positif terhadap matematika
yang secara perlahan menurun tidak seperti pada permulaan mereka berkenalan
dengan matematika. Ruseffendi (1988) mengemukakan bahwa anak-anak menyenangi
matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang
sederhana.
Dimyati (Markhamah, 2007)
berpendapat dalam proses pembelajaran
ada empat komponen yang penting yang berpengaruh bagi keberhasilan belajar
siswa, yaitu bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, serta guru
sebagai subyek pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran dan
bahan ajar yang baik untuk dapat meningkatkan keberhasilan belajar siswa.
Mulyana (2008)
mengatakan salah satu alternatif pembelajaran berbasis masalah dan
konstruktivisme yang tampaknya perlu dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematika siswa di Indonesia adalah
pembelajaran analitik-sintetik intervensi divergen (PASID) dan pembelajaran
analitik-sintetik intervensi konvergen (PASIK). Sembiring (2010) dalam tesisnya
menyatakan metode pembelajaran Analitik Sintetik merupakan salah satu metode
pembelajaran yang berbasis pada masalah dan merupakan kombinasi dari proses
analitik dan sintetik. Mulyana (2008) dalam penelitiannya menyatakan bentuk
intervensi yang diberikan dalam proses pembelajaran ini adalah bentuk
intervensi konvergen dan bentuk intervensi divergen. Bentuk intervensi
konvergen adalah bentuk intervensi yang dilakukan guru dengan cara memberikan
pertanyaan investigasi yang bersifat tertutup dan mengarah pada penyelesaian
masalah. Bentuk intervensi divergen adalah bentuk intervensi yang dilakukan
guru dengan cara memberikan pertanyan investigasi yang bersipat terbuka dan
mengarah pada penyelesaian masalah.
Melalui intervensi konvergen atau
divergen, siswa akan memperoleh kesempatan yang cukup luas untuk melakukan
kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Mulyana
(2008) menyatakan kegiatan yang yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis diantaranya mempertimbangkan konsekuensi suatu keputusan, menentukan ide
penyelesaian, menganalisis sudut pandang, mengevaluasi bukti, mengkaji
relevansi data yang telah dimiliki, menyelidiki reliabilitas suatu gagasan,
melakukan elaborasi penyelesaian yang sudah ada, mencetuskan banyak gagasan,
membuat gagasan penyelesaian yang bervariasi, dan melahirkan gagasan
penyelesaian yang baru.
Berdasarkan hasil penelitian
Mulyana (2008) pembelajaran Analitik Sintetik dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif siswa SMA, dan hasil penelitian Sembiring (2010)
pembelajaran Analitik Sintetik dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa
SMA.
DAFTAR PUSTAKA
Begle, E. G. (1979). Critical Variables in Mathematics Education.
Washington D.C: The Mathematical Association of America and NCTM.
Fachrurazi. (2011).Penerapan
Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar.
Jurnal : tidak diterbitkan
Markhamah, Siti. (2007). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Melalui Model Pembelajaran Quantum Teaching pada Pokok Bahasan Lingkaran Siswa
Kelas VIII A Semester II SMP Negeri 15 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi
UNNES Semarang : tidak diterbitkan.
Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetikuntuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah
Menengah Atas. Disertasi Doktor pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.
Mustafa, Imam. (2011). Penerapan Model Osborn untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung;
Tidak diterbitkan.
Puskur. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar: Kompetensi
Dasar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.
Jakarta: Balitbang Widyantini.
Rakhmasari, R. (2010). Pengaruh Hands on Actifity dan Minds on
Actifity dalam Pembelajaran Kontekstual sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Sembiring, T. (2010). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan
Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Analitik
Sintetik. Tesis pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.
Soedjadi, R. (2004). PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan.
Buletin PMRI. Edisi III, Jan 2004. Bandung: KPPMT ITB Bandung.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak
Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka
Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi
Doktor pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar